ASSALAMUALAIKUM

Minggu, 10 Oktober 2010

makalah sosiologi


Emile Durkheim (1858-1912)                       
Gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh Durkheim dalam The Rules of Sociological Methods (1895) dan Suicide (1897), merupakan landasan-landasan dari sosiologi Durkheim. Hal ini sangat jelas terlihat dalam asumsi-asumsi metodologis yang diterapkan dalam buku-buku tersebut. Keduanya berada dalam konteks pikiran Durkheim sendiri dan dalam kerangka kerja yang pada umumnya adalah mengenai persoalan-persoalan etika sosial. Analisis Durkheim dalam Suicide didasarkan pada karya penulis-penulis seperti itu, akan tetapi juga sebagai titik tolak dari kesimpulan-kesimpulan umum mengenai tata moral dari bermacam bentuk asyarakat yang berlainan, sebagaimana yang dikemukakan dalam The Division of Labor (1964).
Tema pokok dari The Rules adalah bahwa sifat subyek masalah dari sosiologi harus dijelaskan, dan bidang penelitiannya harus ditentukan dengan tegas batas-batasnya. Durkheim berulang kali menekankan di dalam tulisan-tulisannya bahwa sosiologi itu sebagian besar tetap merupakan suatu disiplin filsafat, yang terdiri dari sejumlah generalisasi heterogen yang mencakup segala aspek, serta yang lebih tertumpu pada latar belakang logis dari aturan-aturan a priori dari pada studi empiris yang sistematis. Sosiologi, menurut Durkheim dalam Suicide, masih dalam taraf membangun dan sistesis-sintesis filsafat. Dari pada berusaha untuk menyoroti suatu bagian yang terbatas dari bidang sosial, sosiologi lebih menyukai generalisasi-generalisasi yang briliyan. Disiplin ini menaruh perhatian pada penelitian tentang manusia dalam masyarakat, akan tetapi kategori dari apa yang sosial itu sering digunakan secara tidak mengikat (Giddens, 1986: 107).
Usaha untuk mendefinisikan kekhususan dari yang sosial itu, didasari oleh penggunaan kriteria exteriority dan constraint. Ada dua makna yang saling berkaitan, dimana fakta-fakta sosial merupakan hal yang eksternal bagi individu: (1) tiap orang dilahirkan dalam masyarakat yang terus berkembang dan yang telah memiliki suatu organisasi atau struktur yang pasti serta mempengaruhi kepribadiannya; (2) fakta-fakta sosial merupakan hal yang berada di luar bagi pribadi seseorang dalam arti bahwa setiap individu manapun, hanyalah merupakan suatu unsur tunggal dari totalitas pola hubungan yang membentuk suatu masyarakat. Penekanan dari tesis Durkheim ini adalah bahwa tidak ada satu teori atau analisis pun yang mulai dari individual, tak akan mampu memahami sifat-sifat spesifik dari fenomena sosial. Kriteria lain yang diterapkan Durkheim dalam menjelaskan sifat dari fakta-fakta sosial, merupakan kriteria yang empiris, yaitu hadirnya paksaan moral.
Usaha memelihara prinsip memperlakukan fakta-fakta sosial sebagai benda obyektivitas, menuntut kemandirian yang tegas dari pihak peneliti tentang kenyataan sosial. Hal ini tidak berarti bahwa peneliti sosial yang dimaksudkan oleh Durkheim harus mendekati suatu bidang studi tertentu betul-betul dengan suatu pikiran terbuka, akan tetapi agar sebaiknya peneliti bersikap dengan perasaan netral terhadap apa yang akan ia teliti.
Emile Durkheim:
Kekuatan Durkheim dalam analisisnya terletak pada analisis parameter, yang mengikat perilaku masyarakat dalam fakta sosial. Durkheim menegaskan posisi bahwa fakta sosial bersifat eksternal terhadap individu dan memaksa individu, seperti yang dicontohkannya dalam kode-kode hukum. Menurutnya, pergeseran kontrol eksternal dapat dimengerti dalam hubungannya dengan pengalaman kita secara individual. Banyak dari kita cukup lama menerima pelbagai harapan normatif sebagai sesuatu yang benar dan pantas serta menyesuaikan diri dengannya, karena di dalamnya juga terdapat pola-pola kepribadian dasar yang sudah kita kembangkan (bukan sebagai respons terhadap paksaan dari luar).
Durkheim merasa bahwa dalam menghadapi masa peralihan ini, perlu dikembangkan satu alternatif lain dari dasar pendidikan moral agama tradisional. Singkatnya, apa yang dibutuhkan adalah suatu ideologi sekuler atau sistem kepercayaan yang memberikan tonggak-tonggak moral dan etika dalam suatu masyarakat sekuler. Perubahan-perubahan dalam tingkat integrasi pada suatu masyarakat secara empiris dinyatakan dalam pelbagai cara. Satu manifestasi utama yang dianalisa Durkheim secara intensif adalah perubahan dalam angka bunuh diri. Perhatian Durkheim terhadap landasan-landasan moral masyarakat merangsang perkembangan perspektif sosiologi klasiknya pada fungsi-fungsi agama, terutama di Timur, yang bersifat sosial. Analisanya mengenai hubungan timbal-balik yang erat antara agama dan masyarakat. Durkheim menunjuk pada bunuh diri yang disebabkan oleh anomi, sebagai bunuh diri anaomik. Misalnya, apabila solidaritas organik menurun an tingkat anomi alam masyarakat naik, maka angka bunuh diri dalam masyarakat kapitalis cenderung naik (Durkheim, 1966).
Dalam menguraikan kondisi-kondisi yang mendorong pertumbuhan pembagian kerja dalam masyarakat, analogi antara masyarakat dan dan organisme biologis yang digunakan Durkheim sama seperti ketika ia menguraikan tentang fungsi peningkatan pembagian pekerjaan. Secara khusus pula, Durkheim mendasarkan diri pada konsep moral density. Gambaran tentang hubungan di antara perkembangan pembagian pekerjaan dan pergeseran corak solidaritas sosial merupakan gambaran tentang apa yang disebut Durkheim sebagai natural course dari perkembangan pembagian pekerjaan dan konsep solidaritas sosial yang dihasilkannya. Dalam hal ini, Durkheim menyadari bahwa penyimpangan yang bersifat kasuistik akan selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat modern (Durkheim, 1964: 257-353).
Emile Durkheim
Secara politis, Durkheim adalah seorang liberal, tetapi secara intelektual ia tergolong lebih konservatif. Ketika Marx memandang bahwa masalah dunia modern adalah melekat dalam masyarakat, Durkheim justru tak berpendapat demikian. Gagasan Durkheim tentang keteraturan dan reformasi menjadi dominan ketika gagasan Marx tentang perlunya revolusi sosial merosot. Durkheim adalah salah satu perintis utama dalam fungsionalisme, yang menekankan konsensus nilai dan keharmonisan dari pada konflik dalam perubahan sosial. Sebagian besar karyanya tercurah pada studi tentang tertib sosial; kekacauan sosial bukan keniscayaan dari kehidupan modern dan dapat dikurangi melalui reformasi sosial.
Perhatian Durkheim tertuju pada upaya membuat analisis komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan berada dalam keadaan primitif atau modern. Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta sosial non-material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau oleh apa yang ia sebut sebagai kesadaran kolektif yang kuat. Tetapi, karena kompleksitas masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun. Menurutnya, pembagian kerja dalam masyarakat modern menimbulkan beberapa patologi. Dengan kata lain, pembagian kerja bukanlah metode yang memadai dan dapat membatu menyatukan masyarakat.
Kecenderungan sosiologi konservatif Durkheim terlihat ketika ia menganggap revolusi dari Marx tidak diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Menurut Durkheim, berbagai reformasi dapat memperbaiki dan menjaga sistem sosial modern agar tetap berfungsi, dimana kesadaran kolektif masih menonjol, namun ia menganggap bahwa dalam masyarakat modern moralitas bersama dapat diperkuat (Durkheim, 1964). Durkheim berusaha menjelaskan asal-mula keadaan (misalnya, agama) menurut persetujuan kontraktual yang dirembuk antar individu untuk kepentingan pribadi mereka selanjutnya mengenai: (1) perbedaan-perbedaan dalam tipe solidaritas dalam struktur sosial yang berbeda; (2) ancaman-ancaman terhadap solidaritas dan respon masyarakat; serta (3) munculya penguatan solidaritas melalui ritus-ritus keagamaan (Johnson, 1986: 181).
Dari semua fakta sosial yang ditunjuk dan didiskusikan oleh Durkheim, tak satu pun yang sedemikian sentralnya seperti konsep solidaritas sosial. Dalam satu atau lain bentuk, solidaritas membawahi semua karya utamanya. Istilah-istilah yang berhubungan erat dengan itu, misalnya integrasi sosial dan kekompakan sosial. Singkatnya, solidaritas menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat konsensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.

Teori dan gagasan

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.
Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern[1]. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit. Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.
Dalam masyarakat modern, demikian pendapatnya, pembagian kerja yang sangat kompleks menghasilkan solidaritas 'organik'. Spesialisasi yang berbeda-beda dalam bidang pekerjaan dan peranan sosial menciptakan ketergantungan yang mengikat orang kepada sesamanya, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan mereka sendiri. Dalam masyarakat yang ‘mekanis’, misalnya, para petani gurem hidup dalam masyarakat yang swa-sembada dan terjalin bersama oleh warisan bersama dan pekerjaan yang sama. Dalam masyarakat modern yang 'organik', para pekerja memperoleh gaji dan harus mengandalkan orang lain yang mengkhususkan diri dalam produk-produk tertentu (bahan makanan, pakaian, dll) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Akibat dari pembagian kerja yang semakin rumit ini, demikian Durkheim, ialah bahwa kesadaran individual berkembang dalam cara yang berbeda dari kesadaran kolektif – seringkali malah berbenturan dengan kesadaran kolektif.
Durkheim menghubungkan jenis solidaritas pada suatu masyarakat tertentu dengan dominasi dari suatu sistem hukum. Ia menemukan bahwa masyarakat yang memiliki solidaritas mekanis hokum seringkali bersifat represif: pelaku suatu kejahatan atau perilaku menyimpang akan terkena hukuman, dan hal itu akan membalas kesadaran kolektif yang dilanggar oleh kejahatan itu; hukuman itu bertindak lebih untuk mempertahankan keutuhan kesadaran. Sebaliknya, dalam masyarakat yang memiliki solidaritas organic, hukum bersifat restitutif: ia bertujuan bukan untuk menghukum melainkan untuk memulihkan aktivitas normal dari suatu masyarakat yang kompleks.
Jadi, perubahan masyarakat yang cepat karena semakin meningkatnya pembagian kerja menghasilkan suatu kebingungan tentang norma dan semakin meningkatnya sifat yang tidak pribadi dalam kehidupan sosial, yang akhirnya mengakibatkan runtuhnya norma-norma sosial yang mengatur perilaku. Durkheim menamai keadaan ini anomie. Dari keadaan anomie muncullah segala bentuk perilaku menyimpang, dan yang paling menonjol adalah bunuh diri.
Durkheim belakangan mengembangkan konsep tentang anomie dalam "Bunuh Diri", yang diterbitkannya pada 1897. Dalam bukunya ini, ia meneliti berbagai tingkat bunuh diri di antara orang-orang Protestan dan Katolik, dan menjelaskan bahwa kontrol sosial yang lebih tinggi di antara orang Katolik menghasilkan tingkat bunuh diri yang lebih rendah. Menurut Durkheim, orang mempunyai suatu tingkat keterikatan tertentu terhadap kelompok-kelompok mereka, yang disebutnya integrasi sosial. Tingkat integrasi sosial yang secara abnormal tinggi atau rendah dapat menghasilkan bertambahnya tingkat bunuh diri: tingkat yang rendah menghasilkan hal ini karena rendahnya integrasi sosial menghasilkan masyarakat yang tidak terorganisasi, menyebabkan orang melakukan bunuh diri sebagai upaya terakhir, sementara tingkat yang tinggi menyebabkan orang bunuh diri agar mereka tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut Durkheim, masyarakat Katolik mempunyai tingkat integrasi yang normal, sementara masyarakat Protestan mempunyai tingat yang rendah. Karya ini telah mempengaruhi para penganjur teori kontrol, dan seringkali disebut sebagai studi sosiologis yang klasik.
Akhirnya, Durkheim diingat orang karena karyanya tentang masyarakat 'primitif' (artinya, non Barat) dalam buku-bukunya seperti "Bentuk-bentuk Elementer dari Kehidupan Agama" (1912) dan esainya "Klasifikasi Primitif" yang ditulisnya bersama Marcel Mauss. Kedua karya ini meneliti peranan yang dimainkan oleh agama dan mitologi dalam membentuk pandangan dunia dan kepribadian manusia dalam masyarakat-masyarakat yang sangat 'mekanis' (meminjam ungkapan Durkheim)

[sunting] Tentang pendidikan herry.net kidul sma menang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar